Kamis, 17 November 2011

MODUL PERSEDIAAN BARANG DAGANG SMK


PENGERTIAN PERSEDIAAN BARANG

Persediaan merupakan barang yang diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan.

SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN BARANG

Persediaan barang dagangan dapat dicatat dengan dua sistem pencatatan yaitu :

1. Sistem Perpectual

Dalam Metode Perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang.

2. Sistem Periodik

Jika menggunakan Sistem Periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.

Berikut ini adalah ilustrasi jurnal untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut, penerimaan dan pemberian diskon.

Transaksi

Sistem Periodik

Sistem Perpetual

1.

Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000

Pembelian
Hutang

10.000


10.000

Persed. Brg
Hutang

10.000


10.000

2.

Retur pembelian Rp 500

Hutang
Retur Pem

500


500

Hutang
Persed. Brg

500


500

3.

Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan harga pokok barang Rp 1.500

Piutang/Kas
Penjualan

4.000


4.000

Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Persed. Brg

4.000

1.500


4.000

1.500

4.

Pada akhir tahun

Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada

Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan

Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.

Ikhtisar L/R
Persd. B.D.

Persediaan B.D
Ikhtisar L/R

150


200


150


200

Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak perlu membuat jurnal.

BAGAN ALUR SISTIM PERSEDIAAN BARANG


MENENTUKAN NILAI DARI PERSEDIAAN AKHIR

Jika perusahaan sering membeli barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan harga pokok barang yang masih ada di gudang.

Sebagai contoh data persediaan barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:

Januari 1 Persediaan 200 unit @ Rp10 = Rp 2.000
12 Pembelian 400 unit @ Rp12 = Rp 4.800
26 Pembelian 300 unit @ Rp11 = Rp 3.300
30 Pembelian 100 unit @ Rp13 = Rp 1.300

Setelah dilakukan inventarisasi fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit.
Tentukan :

  1. Persediaan per 31 Januari 2006.
  2. Harga pokok persediaan yang dijual dalam bulan Januari 2006.

Barang yang tersedian untuk dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut :

  1. FIFO (First In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari pembelian yang termuda/terakhir.
  2. LIFO (Last In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
  3. Everage, pengeluaran barang secara acak dan harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan cara dicari rata-ratanya.

Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem periodik maupun dalam sistem perpetual.

Jika perusahaan menggunakan Sisem Periodik

1. First In First Out (FIFO)

Dengan metode ini jumlah barang yang digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali dibeli, yaitu:
200 unit @ Rp 10 = Rp 2.000
400 unit @ Rp 12 = Rp 4.800
100 unit @ Rp 11 = Rp 1.100
Harga pokok penjualan Rp 7.900

Selanjutnya persediaan yang 300 unit dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai berikut:
200 unit @ Rp 11 = Rp 2.200
100 unit @ Rp 13 = Rp 1.300
Persediaan akhir Rp 3.500


2. Last In First Out (LIFO)

Dengan metode ini jumlah barang yang dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli, yaitu:

100 unit @ Rp 13 = Rp 1.300
300 unit @ Rp 11 = Rp 3.300
300 unit @ Rp12 = Rp 3.600
Harga pokok penjualan Rp 8.200

Selanjut persediaan akhir 300 unit dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:
200 unit @ Rp 10 = Rp 2.000
100 unit @ Rp 12 = Rp 1.200
Persediaan akhir Rp 3.200


3. Metode Rata-rata

Untuk menghitung persediaan akhir dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut :

Tanggal

Keterangan

Unit

Harga per Unit

Jumlah

Jan 1

Persediaan

200

Rp 10

Rp 2.000

12

Pembelian

400

Rp 12

Rp 4.800

26

Pembelian

300

Rp 11

Rp 3.300

30

Pembelian

100

Rp 13

Rp 1.300

Jumlah

1,000


Rp 11.400

Rata-rata = Rp11.400 : 1.000

Rp 11,4

Harga pokok penjualan = 700 x Rp 11,4 = Rp 7.980
Persediaan akhir = 300 x Rp11,4 = 3.240

Jika perusahaan menggunakan Sistem Perpetual

Jika perusahaan menggunakan sistem perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.

Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi sebagai berikut:

Tanggal

Keterangan

Unit

Harga Beli per Unit

Jan. 1

Persediaan

200

Rp 10

12

Pembelian

400

Rp 12

17

Dijual

300


26

Pembelian

300

Rp 11

27

Dijual

200


28

Dijual

300


30

Pembelian

100

Rp 13

Berikut ini hanya diberikan contoh metode FIFO:

Tgl

Ket

Dibeli

Dipakai

Persediaan

Unit

Cost

Jumlah

Unit

Cost

Jumlah

Unit

Cost

Jumlah

Jan 1

Persediaan







200

10

2.000

12

Pembelian

400

12

4.800




200
400

10
12

2.000
4.800

17

Dijual




200
100

10
12

2.000
1.200

300

12

3.600

26

Pembelian

300

11

3.300




300
300

12
11

3.600
3.300

27

Dijual




200

12

2.400

100
300

12
11

1.200
3.300

28

Dijual




100
200

12
11

1.200
2.200

100

11

1.100

30

Pembelian

100

13

1.300




100
100

11
13

1.100
1.300


.

MENAKSIR NILAI PERSEDIAAN BARANG

Kadangkala situasi tidak memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan. Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena barangnya sudah rusak bahkan habis.

Keadaan di atas mendorong dilakukan penaksiran cost dari persediaan. Terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode laba kotor.

1. Metode Harga Eceran

Cost persediaan ditentukan dengan mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan prosentase cost terhadap harga eceran. Contoh:


Harga Pokok
(Cost)

Harga Eceran

Persediaan 1 Januari 2005

Rp 60.000

Rp 100.000

Pembelian Januari 2005

Rp 540.000

Rp 900.000

Barang tersedia untuk dijual

Rp 600.000

Rp 1.000.000

% Cost thd Harga Eceran = (600.000 : 1.000.000) x 100% = 60%

Penjualan

Rp 700.000

Persediaan akhir

Rp 300.000

Nilai cost persediaan akhir = 60% x Rp 300.000 = Rp 180.000

2. Metode Laba Kotor

Persediaan akhir ditentukan dengan cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan. Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 Rp 100.000 pembelian selama bulan Januari Rp 1.200.000 dan penjualan selam bulan Januari menurut rekening buku besar Rp 90.000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:

Persediaan 1 Januari 2005


Rp 100.000


Pembelian Januari 2005


Rp 1.200.000


Barang tersedia untuk dijual


Rp 1.300.000


Penjualan

Rp 900.000



Laba Kotor (20% x Rp 900.000)

Rp 180.000



Harga pokok barang yang dijual


Rp 720.000


Persediaan akhir


Rp 580.000

PENYAJIAN NILAI PERSEDIAAN DI NERACA

Nilai yang disajikan di neraca dapat saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya.

Biasanya nilai yang disajikan di neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost Rp 1.000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah Rp 900, maka yang disajikan di neraca adalah Rp 900. Jika harga pasar barang tersebut adalah Rp 1.100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu Rp 1.000.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates